Skip to main content

Posts

Showing posts from 2014

error,"Pink, autoimun, kucing, dan GUSTI"

Ngka, Esa, Pink, sejak lama meminta ijin untuk punya binatang peliharaan lagi. Gue selalu menolak permintaan mereka itu. Sejak Pink mengidap autoimun, gue menolak untuk ada binatang di rumah. Binatang pembawa penyakit, pembawa virus, pembawa banyak bakteri. Pink ga boleh terpapar virus, bakteri, penyakit. Gue ga mau ambil resiko Pink diserang imunnya cuma karena binatang peliharaan konyol. Setiap kali ada kucing, setiap kali itu juga gue selalu mendengar,"Lucu ya Ma". Gue tersenyum menanggapi celoteh tentang kucing lucu. Sebenarnya gue sendiri suka banget sih punya binatang peliharaan. Dulu gue punya banyak kucing, dan semuanya nurut ke gue. Setiap mau makan, gue 'ting ting ting' tuh piring keras-keras. Hasilnya? Para kucing berlari pulang semua untuk makan. Yang gue pelihara kucing kampung, bukan kucing ras. Dan lagi, yang gue adopsi tuh kucing-kucing yang kondisinya ga bagus. Ada satu ekor kucing yang gue beri nama 'kutu", karena dia gue ambil di pasar, da

Selamat 14 tahun, Pink!

Selamat 14 tahun, Pink! Hari ini, 22 Desember 2014, Pink 14 tahun. Buat gue, amat istimewa! Hari lahir anak-anak gue, adalah hari istimewa, amat istimewa untuk gue. Istimewa ga berarti ada perayaan yang heboh. Berjalan seperti hari biasa, biasa bahagia! Hari ini ada banyak kue, dan itu dari sahabat, bukan dari gue, yang notabene adalah mamanya. Beberapa novel ada di tangannya, dan itu adalah hadiah hari lahirnya, yang gue berikan untuk Pink di awal bulan. "Novel horor, ya Ma", pintanya. Selamat 14 tahun, Pink! Doa dan doa terucap untukmu, nduk cantik cintanya mama... Sehat, bahagia selalu, ada cinta untukmu di sepanjang jalan hidupmu, dari mama, Ngka, Esa. GUSTI selalu mendampingimu, nduk... Selamat 14 tahun, Pink! Senyum, tawa ceria, binar bahagia, jangan pernah hapus... Hadapi, jalani, nikmati, segala yang GUSTI beri... Hidup adalah anugerah terindah, isi dengan gerak positif, penuhi dengan bintang ceriamu... Selamat 14 tahun, Pink! Sungguh, mama mencintai

error,"Gadis berkaus cokelat".

Ada banyak teman yang menganggap bahwa gue berani untuk melihat sosok-sosok ga nyata, sosok-sosok dari dunia yang berbeda. Itu karena mereka tahu tentang gue yang memang kebetulan bisa melihat dan merasakan kehadiran sosok-sosok tersebut. Tapi sesungguhnya, gue takut, ga berani untuk melihatnya, cuma mau bagaimana lagi, kenyataannya gue melihat, tanpa bisa menghindar. Semalam gue sedang di luar pagar rumah. Gue merasa ada Pink di sebelah gue. Sama-sama diam, sama-sama tanpa kata-kata. Ga aneh kan? Tapi sewaktu gue menoleh ke kanan, Pink ga ada di sebelah gue. Ga aneh juga kan? Pink ada di ruang tamu, asyik nge-games. Cuma lumayan kaget karena pink sudah mengganti kausnya. Pink mengenavan kaus berwarna pink, sedangkan tadi mengenakan kaus berwarna cokelat. "Nduk, kamu ganti kaus?", tanya gue pada Pink. "Ga, Ma", jawab Pink dengan tetap asyik nge-games. "Tadi kamu pakai kaus cokelat". "Mama, dari tadi Pink ga ganti kaus". "Tadi ka

error,"Ingkar"

Sebenarnya ini cerita tentang 2 tahun yang lalu, setelah beberapa bulan sakit dan pertama kali lumpuh tangan. Disarankan oleh dokter yang waktu itu memeriksa kondisi Pink, untuk membawa Pink ke seorang psikolog anak, karena khawatir kondisi psikis menjadi kurang baik setelah berbulan-bulan ga sekolah, hanya di rumah, dan bolak-balik kontrol ke rumah sakit. Di taxi, dalam perjalanan menuju rumah, gue teringat seorang teman kuliah dulu, perempuan yang juga seorang psikolog, yang membuka taman kanak-kanak sekaligus jasa konseling, dan kebetulan bertempat tinggal lumayan ga begitu jauh dari perumahan tempat gue tinggal. Saat itu juga gue menghubungi dia. Dia meminta gue datang saat itu juga, karena kebetulan memang sedang kosong jadwal, katanya. Gue bertanya pada Pink, apakah Pink mau untuk konseling dengan teman gue itu yang sudah dikenalnya, dan apakah Pink kuat untuk pergi lagi setelah tiba di rumah. Jawaban Pink adalah ya. Sip, berarti sesampai di rumah, Pink dan gue akan pergi lag

error,"Cinta kasih dan bully".

Sebuah lagu dari masa kanak-kanak masih terpatri di ingatan dan kenangan, tentang kasih ibu yang tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi, tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia. Seorang ibu memancarkan kasih yang lembut, melindungi. Ibu tidak akan menyakiti seorang anak, baik fisik mau pun psikis. Begitu mulianya seorang ibu. Begitu damainya bersama ibu. Ibu memberi indah dan kebahagiaan pada anak. Tapi banyak juga kenyataan kasus per kasus yang berbeda dengan hal itu, tentang seorang ibu yang seharusnya lembut, mengasihi dengan cinta yang luar biasa, mendamaikan hati, menggebyarkan hidup dengan kebahagiaan yang penuh. Seorang ibu memukul anaknya, memaki anaknya, membimbing anak dengan penuh kemarahan, mengajari anak tanpa kasih. Makna seorang ibu menjadi buram, kusam, hilang... Ibu tak lagi mendamaikan, tak lagi penuh cinta kasih. Yang menyedihkan, ibu tak menyadari sedang membentuk pribadi anak, terekam hingga dewasa. Lalu sang anak yang dewasa tak menyadari bahwa

error,"Pohon Nenangga".

Di depan rumah gue ada pohon jambu air, persis di depan tembok pagar rumah yang gue tempati bersama Ngka, Esa, dan Pink. Pohon jambu airnya memang rajin banget berbuah, ga berhenti berbuah. Siapa pun boleh memanjat, memetik, mengambilnya menggunakan galah. Dengan cara apa pun, jambu air boleh diambil, dan disantap siapa pun, tanpa perlu repot-repot minta ijin. Tadi sewaktu gue sedang mengobrol santai dengan Ngka, dan pink, tiba-tiba,"Woi, Bu! Ayo rujakaaan!". Gue kaget banget! Ibu tetangga sebelah rumah, tiba-tiba nongol kepalanya dari balik tembok pagar. Gue tertawa, lalu berjalan ke teras. Tetangga gue asyik dengan galahnya, mengambil jambu air. "Saya suka manjat, Bu". "Bisa manjat?", tanya gue. "Iya, saya manjat ambil jambu. Tapi saya ga suka rujak. Yang suka rujak tuh anak saya. Saya lebih suka makan jambu gini aja", lanjutnya sambil mengambil sebuah jambu air, memasukkan ke mulutnya. Pohon jambu depan rumah memang pohon jambu air biasa,

error,"Pojok Esa"

Esa, putra ke-2 gue, selalu membuat gue, Ngka, dan Pink, geleng-geleng kepala. Gimana ga geleng-geleng kepala, lah setiap hari selalu aja pojok rumah di bagian rak buku, bergelimpangan segala benda milik Esa, dan ya tetap begitu, lalu Pink dapat bagian membereskan. Hingga akhirnya kami bertiga, gue, Pink, dan Ngka, sepakat memberi nama "Pojok Esa". "Esa, beresin bukunya", kata Pink. "Pink, Pinky aja, aku ga bisa", jawab Esa. "Esa, ga mungkin ga bisa", Pink berujar lagi. "Pink, tapi aku ga bisa. Aku bantuin aja deh", Esa menjawab, lalu bersiap pergi lagi ke sekolah untuk acara Bulan Bahasa. Pink menggeleng-gelengkan kepala sambil tertawa. Esa pun tertawa, lalu pamit pergi kegiatan Bulan Bahasa di sekolah. Pojok ini masih menunggu Esa pulang dari kegiatan Bulan Bahasa, agar bisa rapi kembali... Salam Senyum, error

error,"Rujak Jleb!"

Waktu itu gue ke pasar berdua Ngka. Ngka minta dibelikan mangga muda untuk rujak. Wah , mantap banget deh, karena itu gue langsung menyetujui. Tapi ternyata kesibukan (jiailaaah, sibuuuk...! Hahaha!) , gue ga bikin tuh rujaknya. Apalagi di hari Sabtu dan Minggu, jadwal Ngka kuliah tuh padat banget, dari pagi sampai malam. Alhasil mangga muda hanya dipandangi aja di dapur. Horre, Ngka libur, dan tiba-tiba gue ingat tentang rujak. Asyik banget nih makan rujak. Berangkat kerja kemarin, gue melihat segerombol jambu air ada di pohon. Tambah mantap ngerujaknya, mangga muda, dan jambu air! Lalu gue asyik di dapur ngulek bumbu rujak. Bumbu rujak yang komplit, karena menggunakan kacang goreng juga. Terbayang asyiknya makan rujak di siang hari yang panas. Taraaaa, jadilah bumbu rujaknya. Gedubrak gedubruk, cari sana-sini, mangga mudanya kok ga ada ya? Gue masih berusaha mencari tuh mangga muda yang kecut tapi 'jleb' sekaleee kalau dirujak. "Pink, mangga mudanya kok ga ada, ya?

error,"WHAT?? BPKB GUE ADA DI MANA?".

Tadi gue ke Adira Finance, yang bertempat di Sentra Bisnis, Harapan Indah, Bekasi. Tertanggal l1 Juni 2014, gue merevisi BP K B, yang sejak awal penerimaan ternyata no rumah di bagian alamat, salah. Oleh Adira Finance, saat penerimaan itu, gue diminta ke bagian revisi, yang ternyata sebuah biro jasa, CV. Vinno JAYA. Untuk merevisi, gue dikenakan biaya Rp. 50.000,-. Agakbingung juga, karena itu kan bukan kesalahan gue, tapi kok oleh ADIRA finance gue diminta ke bagian yang revisi dan dikenakan biaya, ya? Tapi gue malas ribut, gue bayar tuh biaya revisi. "Nanti Ibu dihubungi kalau sudah selesai, saya ga tahu kapan revisi ini selesai', kata mbak penjaga counter revisi CV. Vinno JAYA. Tunggu ditunggu, ga ada tuh gue dihubungi. Bulan September, gue datangi CV. Vinno JAYA yang di Adira Finance, Sentra Bisnis, Harapan Indah, Bekasi. Ternyata alamat masih belum berubah. Gue kecewa banget, dan rasanya ingin marah. mbak penjaga counter bilang,"Nanti dihubungi, saya kan orang baru,

error,"Internet"

Ngka sejak kelas 5 SD, gue ajarkan cara memasak, dan sekarang Ngka sudah jadi seorang mahasiswa. Semua juga tahu bahwa gue ga jago masak, jadi gue cuma mengajarkan yang simpel aja, sesuai dengan kemampuan gue. Tapi yang selalu gue beritahu pada Ngka,"Ga usah takut salah. Pakai feeling, dicoba, dirasa, selesai". Awal kali belajar memasak untuk Ngka, memasak telur matasapi, lalu telur dadar, beranjak memasak mie instan, menggoreng tempe, dan menggoreng-goreng yang lain. Satu ketika, gue meninggalkan sawi putih tanpa gue masak. Ngka dengan santai menjawab bahwa sawi putih akan dimasak oseng-oseng, atau tumis. Ya memang benar, tiba di rumah, sawi putiih sudah matang, dan berubah menjadi oseng-oseng sawi putih. Gue bersyukur memiliki anak yang bisa diandalkan saat gue malas memasak, hehehe. "Esa nambah 3 kali, Ma. Ngka masaknya enak banget", ujar Esa. "Siapa dulu? Ngka!", jawab Ngka. Esok paginya, gue melihat selembar kertas tergeletak di lantai dapur.

error,"Muntu ditemukan, gembus bacem pun matang!"

Pulang kerja, si muntu udah ketemu. Eh, tahu ga muntu tuh apa? Muntu itu ulek-ulek untuk ngulek sambal atau ngulek bumbu. Tadi pagi menghilang, ngumpet. Senang banget sewaktu diberitahu si muntu sudah ditemukan. "Muntu, jangan nakal lagi ya...!". Setelah ada muntu, diputuskan untuk membuat bacem gembus. Disambut meriah oleh Ngka.  "Ulek bawang putih", kataku pada Ngka, lalu Ngka mengulek bawang putih. Jangan salah, Ngka itu asisten masak gue yang bisa diandalkan loh. Seberapa banyaknya bumbu, itu feeling Ngka yang digunakan. "Terus apa lagi?", tanya Ngka. "Udah, itu aja. Gula jawa disisir, ketumbar halus udah ada, asem jawanya tuh, daun jeruk, daun salam, kecap. Lengkuasnya habis, ga usah pakai lengkuas ga apa-apa", ujarku.  Ditumislah bawang putih halus oleh Ngka, lalu diberi air. Ada yang menggunakan air kelapa untuk masak bacem. Tapi, ga usah juga ga apa-apa. Sesudah itu masuklah ketumbar halus, yang seperti biasa tanpa st

error,"Teman dunia lain".

Sepi. Ruangan ini sepi sekali. Hanya ada aku. Suara detik jam dinding terdengar keras. Kupandang layar monitor komputer, lalu beralih memandang ke luar, lewat jendela kaca yang persis ada di hadapanku. Angin menyentuh dedaunan dengan lembut, bunga-bunga terlihat segar, dan genit merayu dengan warna-warni yang cerah. Huft, tapi tetap saja aku sendirian di ruangan ini, tak ada seorang pun menemani. Lalu terdengar suara benda berat digeser di lantai bawah terdengar jelas. Aku duduk diam, waktu berjalan lambat. Detik jam dinding makin terdengar keras di telinga. Langit terlihat agak mendung, berawan abu-abu. Suara benda berat digeser terdengar lagi dari lantai bawah. Siapa yang menggeser-geser benda sejak tadi? Ah sudahlah, biarkan saja. Bisa jadi office boy sedang memindahkan sesuatu, atau mungkin ada kiriman sampel yang banyak dalam peti kemas, hingga lebih baik digeser saja daripada harus menggotongnya. Pekerjaanku masih menumpuk, ada banyak yang harus kuselesaikan. Tenggelam dalam k

error bercerita,"Misscall si muntu! Gagal masak"

Pagi tadi gue  ke pasar de k at rumah. Baru saja tiba di pasar, ibu pedagang sayur langganan gue memanggil,"Bu, Bu, ni ki loh gembus. Wonten gembus, Bu". Hehe, gue arti kan ya,"Bu, Bu, ini loh gembus. Ada gembus, Bu". Gembus tuh seperti tempe, tapi bu kan :D .  Gue seja k awal pindah  ke sini, selalu mencari gembus, tempe gembus, dan hanya mba k Nur, si ibu pedagang sayur di pasar inilah yang menjual tempe gembus. Apa sih gembus itu?  Tempe gembus adalah tempe yang dibuat dari ampas tahu yang diberi ragi, lalu di bungkus menggunakan plastik kecil-kecil dan dibiarkan semalaman hingga tumbuh jamur tempe yang warnanya putih. Teksturnya lebih lembut dan kenyal dibanding tempe yang berasal dari kedele.  Gue senang banget wa ktu di k asih tahu ada tempe gembus! Esa, putra tengah gue, paling su ka ma kan gembus. Rencananya gue mau masa k gembus bacem. Gue beli gembus, dan belanja sayuran, lalu pulang!  Cling, voila, gue dah sampai di rumah! Rumah gue berjara k   kuran

error,"HORREE, DAPAT NOL!".

Ga tahu kenapa, tiba-tiba gue teringat kisah lama tentang Ngka, putra sulung gue yang sekarang sudah menjadi mahasiswa, sewaktu masih kelas 1 SD. Ngka terdaftar menjadi siswa SD swasta di dekat rumah. Nilainya bagus-bagus, dan gue hargai itu dari proses Ngka belajar. Saat itu gue ga bekerja, gue seorang ibu rumah tangga fulltime dengan 3 orang campuran putra-putri. Setiap hari Ngka belajar dibimbing gue. Tapi ada 1 matapelajaran yang gue ga sanggup mengajarinya, yaitu matapelajaran bahasa daerah, bahasa Sunda. Gue menyerah untuk urusan bahasa daerah. Nilai bahasa Sundanya berkisar di nilai 7. Dan gue merasa cukup, karena gue aja ga bisa mengajarinya. Ng ka selalu gue antar dengan mengajak Esa, dan Pink, menunggu di kantin. Dan di hari itu, saat istirahat, gue melihat Ngka berlari riang menuju tempat gue dan dua adiknya menunggu, sambil mengacungkan sebuah buku ke atas. "Mama! Mama!", teriak Ngka sambil terus berlari ke arah gue. Gue tertawa melihatnya. Bahagia meliha

error,"Makan apa, makan apa, makan apa sekarang? Bersyukur bisa makan".

Beberapa hari lalu gue bertemu dengan seorang teman, dia mengeluh ga punya uang, hingga anak-anaknya hanya bisa dimasakkan telur. Gue terdiam mendengar ceritanya, dan jadi teringat Ngka, Esa, Pink, mereka pernah kelaparan, dan mereka tetap tersenyum. Dan sewaktu gue tiba di rumah, gue berkata pada Esa,"Sa, besok bawa bekal untuk ke sekolah, nasi telur ya? Ga apa-apa kan?". Dan jawaban Esa,"Ma, udah bagus banget bisa makan telur". Ya, Ngka pun berangkat kuliah membawa bekal makan dan minum dari rumah, supaya lebih hemat, dan sehat, juga seringkali membawa bekal nasi telur. Jadi, sesuatu hal akan jadi masalah kalau dianggap masalah, dan ga jadi masalah, kalau dianggap bukan masalah. Sebagai seorang ibu, single mom, gue ga mau mempermasalahkan makan apa hari ini. tapi gue lebih menekankan bersyukur ada rejeki, dan bisa makan. Sebagai orangtua, adalah kewajiban memberi nafkah, memberi penghidupan pada anak, memberi hal indah pada mereka. Ufh, menurut gue sih, itu buk

error,"Tersenyumlah, maka anak pun tersenyum".

Sedih banget tadi menonton video di status teman sosmed, tentang kekerasan fisik yang dilakukan siswa Sekolah Dasar terhadap temannya, seorang siswi, di dalam kelas saat ga ada guru. Ga ada yang menolongnya, malah divideokan oleh siswa lain, dan yang melakukan kekerasan itu bukan cuma seorang saja, melainkan beberapa orang. Yang ga ikut melakukan kekerasan tersebut, hanya diam, ga membantu, dan ga berusaha menghentikannya. Pelaku malah tertawa di depan kamera. Bergidik melihat tayangan itu, dan ga habis pikir, apakah teriakan-teriakan mereka ga terdengar oleh kelas lain, dan kemanakah guru yang seharusnya mengajar mereka? Sedih banget menontonnya. Pelaku-pelaku di video tersebut anak usia SD, yang mungkin sekitar 10 tahun-12 tahun. Pengasuhan, pendidikan, pengajaran seperti apakah yang mereka dapat dalam menjalani kehidupan, di usia mereka yang baru saja menginjak awal belasan tersebut? Sama sekali ga ada kasih dalam perbuatan itu. Apakah menendang, meninju, memukul kepala seorang lai

error,"Me time a la gue"

Me time! Rasanya siapa pun butuh me time, ya. Gue seorang single mom dengan 3 kekasih jiwa, alias 3 campuran putra dan putri, Ngka, Esa, Pink, yang jelas-jelas beda usia karena mereka bukan kembar, dan beda jenis kelamin. Ngka, mahasiswa awal di sebuah universitas swasta, Esa, seorang pelajar SMA negeri, dan Pink, satu-satunya putri gue, yang saat ini homeschooling karena keterbatasan kondisi kesehatan, dan sekarang SMP kelas terakhir. Untuk menafkahi 3 orang campuran putra-putri ini, gue menjadi perempuan bekerja. Selain bekerja, otomatis gue juga jadi seorang ibu rumah tangga dengan berbagai macam tugas yang menjadi hak gue sebagai ibu. Sabtu dan Minggu menjadi hari ibu untuk gue, karena fulltime mengerjakan tugas rumah. Suntuk? Ga juga sih, karena di saat-saat bersama Ngka, Esa, dan Pink, saat itu juga gue menjalani me time, tanpa meninggalkan mereka. Mereka pun memiliki me time, dan dilakukan saat-saat kebersamaan kami. Ngka mendengarkan lagu, Pink membaca buku, Esa ngegames, gu

error,"Sungai jernih dekat rumah"

Terbayang banjir gegara sungai yang penuh sampah, kotor, tak dijaga dengan baik. Airnya hitam, dan pastinya banyak penyakit. Jadi teringat banjir yang pernah melanda. Dan itu benar-benar melumpuhkan lingkungan perumahan. Foto ini diambil 18 Januari 2014, air banjir di dalam rumah lebih tinggi dari ini I tu dulu, dan disebabkan oleh kurangnya resapan air, tidak ada saluran air yang bagus, sungai yang juga menambah masalah. Sungai yang melewati perumahan penuh sampah. Heran juga kenapa masih saja hobi membuang sampah di sungai, ya? Padahal sudah tahu secara pasti, itu mengakibatkan banjir. Juga kenapa pembersihan sungai kalau sudah masuk musim penghujan? Bersih itu sehat, dan itu bukan omong kosong. Ngeri juga kalau mengingat banjir. Air banjir yang kotor, yang jelas dicemari berbagai kotoran, penyakit. Nah sekarang, dekat rumah gue yang baru sebulan gue tempati bersama Ngka, Esa, dan Pink, ada sungai, mungkin kurang lebih 200 meter, jarak rumah dengan sungai. Sungai yang jernih,

error,"Teriakanmu menyedihkan"

Sejak gue bangun tidur, mau berangkat kerja, hingga gue pulang kerja, gue selalu mendengar teriakan yang menyedihkan hati. Bukan, itu bukan teriakan gembira, juga bukan teriakan ke gue, tapi teriakan seorang ibu pada anaknya, yang terdengar jelas sampai ke rumah gue. Setiap kali mendengarnya, terasa banget itu teriakan yang memberi kepedihan. Entah gue yang lebai, atau memang teriakan itu sebenarnya menyedihkan juga untuk orang lain yang mendengar, terutama untuk sang anak. Gue akui bahwa gue bukan seorang ibu yang baik, bukan ibu yang hebat. Gue seorang ibu yang biasa banget. Gue ga bisa masak yang lezat seperti ibu-ibu yang lain, masa k an gue cuma pakai feeling aja, malah anak-anak gue suka minta gini,"Ma, masak makanan yang aneh dong". Hahaha, itu karena gue memang masak makanan aneh, gue aja ga tahu gue masak apa, namanya apa. Jadi kalau ditanya,"Masak apa?", jawaban gue,"Ga tahu". Gue ga bisa menemani anak-anak setiap saat, karena gue bekerja. Ya,

Dia, Mereka Yang Berbeda

Aku ketakutan mendengar suaranya memanggil, dan semakin ketakutan saat dia ada di hadapanku. Sosoknya yang besar, hitam, dibalut senyum yang penuh kepastian tentang kelicikan. ingin berlari, tapi kaki tertahan di lantai, melekat erat, hingga tak bisa beranjak.  "Ternyata di sini. Hebatnya aku, bisa menemukanmu. Pergi kemana pun kamu, aku tahu berada di mana", dengan seringainya yang membuatku semakin ketakutan. Tapi berusaha untuk menyembunyikannya dalam hati. "Hmm", jawabku sambil terus saja bermain dengan ponsel, berusaha tidak melihat wajahnya. "Aku akan berada di sini, menemanimu." "Tak perlu," aku menjawab tanpa memperhatikannya sedikit pun. Seperti biasa dia tiba-tiba menghilang. Sama seperti kemunculannya yang juga selalu tiba-tiba. Lega rasanya!  Bertahun-tahun sosok itu menghantui hidup, mengganggu keseharian yang kumiliki. Dia selalu bisa menemukanku dengan mudahnya. Andai saja bisa menghancurkannya. "Err! Err!", sua

error,"kursi roda kempes"

Di rumah ada sebuah kursi roda, diletakkan di sudut ruang tamu. Melihat kursi roda yang roda nya sudah kempes sebelah, gue merasa bahagia. Aneh ya, melihat kursi roda kempes gue jadi bahagia. Ada rangkaian cerita di sebuah kursi roda, dan ada sejumlah rasa syukur yang memang seharusnya gue ucap pada Tuhan Yang Baik Banget. Pink waktu itu diserang oleh imunnya sendiri. Ya, Pink hidup dengan autoimun. Saat itu Pink diserang bagian otot kakinya. Pink lumpuh kaki. Bohong kalau gue berkata ga sedih. Gue sedih, tapi gue berusaha untuk bisa menyikapinya dengan senyum. Semua adalah terbaik dari GUSTI, jadi ga mungkin kejadian yang ada tuh sebuah hal buruk. Untuk ke kamar mandi atau ke mana pun dia mau, Esa, Ngka, atau gue, siap menggendongnya. Pink ga bisa berangkat ke sekolah, karena kondisi kesehatannya yang lemah. Beberapa waktu kemudian, Pink mulai bisa bangkit berdiri, tapi masih belum bisa berjalan, saat itu hampir test kenaikan kelas. Gue ingin Pink berangkat ke sekolah, tapi tentu s