"Aku tidak akan pernah membuat kebahagiaanmu berkeping. Aku telah berjanji pada Tuhan, aku tidak akan pernah menyakitimu. Tapi jika ternyata cinta dan perhatianku padamu ini menyakitimu, aku berjanji, aku tidak akan pernah mengungkapkan cinta ini lagi. Aku berhenti dari hubungan ini", ujarku pada San. Aku berusaha menahan airmata agar tak luruh.
San diam memandangku, lalu menjawab dengan gaya terlihat acuh tak acuh,"Terserah apa pun katamu. Aku bisa hidup sendiri. Tanpa siapa pun, aku bisa".
Dalam hati aku mengeluh, mengapa tak ada rasa ingin mempertahankan hubungan yang telah dijalin beberapa lama ini. Rasanya ingin berteriak, mengapa tidak berusaha introspeksi tentang hubungan ini. Mengapa hanya mengedepankan keras hati tanpa ingin memperbaiki, tanpa melihat lagi dengan baik apa yang terjadi sebenarnya di antara aku dan dia.
Antara aku dan San sudah lama berhubungan sebagai seorang teman, lalu menjadi sahabat.Setelah lama bersahabat, akhirnya cinta itu datang. Hhh, cinta! Apakah benar memang cinta yang ada di hatimu, San? Aku lirih berkata dalam hati.
"Aku bosan dengan hubungan yang selalu begini! Kamu tidak pernah mau mengerti! Jika kamu mau dan bisa mengerti tentangku, pasti kamu tidak akan bicara seperti ini!".
"Jika aku memang tidak mengerti tentangmu, maafkan aku. Tapi apakah menurutmu, kamu mengerti tentangku?"
Wajahnya terlihat tegang, dan menunjukkan ketidak acuhan yang besar. Sedangkan aku menahan airmata, dan menahan amarah yang selama ini kurasa.
Aku masih ingat bagaimana dia dulu selalu menghubungiku. Telepon, sms, BBM, setiap hari selalu ada, dan itu setiap jam selalu ada. Lalu makin lama semakin berkurang, dan mulai menghilang. Pertemuan pun semakin jarang. Datang ke rumah? Oh no, itu tak lagi dilakukannya. Dan saat aku memprotes itu semua, dia malah hanya menyalahkanku. Unfair! Sewaktu kutanya mengapa dia tak menghubungiku, jawabannya hanya kalimat datar yang singkat,"Tidak apa-apa". Sms dariku, pesan di BBM dariku, semua hanya lewat tanpa ada balasan. Inikah cinta? Cinta yang digaungkan olehnya, bahwa dia mencnintaiku amat sangat. Tapi dengan realita yang amat menyakitkan. Pernah kukatakan padanya agar jangan memberi harapan padaku jika sebenarnya tak ada harapan untukku darinya. Tapi itu tak ada jawaban darinya.
San diam memandangku, lalu menjawab dengan gaya terlihat acuh tak acuh,"Terserah apa pun katamu. Aku bisa hidup sendiri. Tanpa siapa pun, aku bisa".
Dalam hati aku mengeluh, mengapa tak ada rasa ingin mempertahankan hubungan yang telah dijalin beberapa lama ini. Rasanya ingin berteriak, mengapa tidak berusaha introspeksi tentang hubungan ini. Mengapa hanya mengedepankan keras hati tanpa ingin memperbaiki, tanpa melihat lagi dengan baik apa yang terjadi sebenarnya di antara aku dan dia.
Antara aku dan San sudah lama berhubungan sebagai seorang teman, lalu menjadi sahabat.Setelah lama bersahabat, akhirnya cinta itu datang. Hhh, cinta! Apakah benar memang cinta yang ada di hatimu, San? Aku lirih berkata dalam hati.
"Aku bosan dengan hubungan yang selalu begini! Kamu tidak pernah mau mengerti! Jika kamu mau dan bisa mengerti tentangku, pasti kamu tidak akan bicara seperti ini!".
"Jika aku memang tidak mengerti tentangmu, maafkan aku. Tapi apakah menurutmu, kamu mengerti tentangku?"
Wajahnya terlihat tegang, dan menunjukkan ketidak acuhan yang besar. Sedangkan aku menahan airmata, dan menahan amarah yang selama ini kurasa.
Aku masih ingat bagaimana dia dulu selalu menghubungiku. Telepon, sms, BBM, setiap hari selalu ada, dan itu setiap jam selalu ada. Lalu makin lama semakin berkurang, dan mulai menghilang. Pertemuan pun semakin jarang. Datang ke rumah? Oh no, itu tak lagi dilakukannya. Dan saat aku memprotes itu semua, dia malah hanya menyalahkanku. Unfair! Sewaktu kutanya mengapa dia tak menghubungiku, jawabannya hanya kalimat datar yang singkat,"Tidak apa-apa". Sms dariku, pesan di BBM dariku, semua hanya lewat tanpa ada balasan. Inikah cinta? Cinta yang digaungkan olehnya, bahwa dia mencnintaiku amat sangat. Tapi dengan realita yang amat menyakitkan. Pernah kukatakan padanya agar jangan memberi harapan padaku jika sebenarnya tak ada harapan untukku darinya. Tapi itu tak ada jawaban darinya.
"Aku lelah! Aku harus menyelesaikan masalah yang banyak!! Bukan cuma tentangmu!", ujarnya setengah berteriak.
"Hingga melupakanku", kataku.
"Ya, aku memang melupakanmu", jawabnya dingin, dan itu seakan menghujam jantungku!
"Seperti ucapanmu yang sejak dulu sering kamu ucap bahwa kamu bisa hidup sendiri, kamu bisa tanpa siapa-siapa, dan kurasa aku memang mengganggu hidupmu, sevarang aku tak lagi avan menghubungimu. Biarlah semua berjalan tanpa ada ucapan cinta dan rindu. Cinta dan rindu milikku, itu adalah milikku, takkan kuberikan padamu. Biar saja semua jadi milikku sendiri", ucapku.
"Tadi aku sudah mengatakan padamu, terserah! Aku tak perduli".
Aku menahan sakit dalam hati yang amat sangat. Begitu tidak berharganya hubungan yang sudah dijalin selama ini baginya. Lalu untuk apa dipertahankan? Aku berteriak dalam hati...
Suasana menjadi hening, tak ada suara, dan kami sibuk dengan pikiran masing-masing. Lalu tiba-tiba kepalaku pusing, dan oh, darah mengalir dari kepala, dan ada hantaman keras lagi di daerah itu. Aku limbung...
"Tak ada yang boleh memilikimu selain aku!", suara berat masuk telingaku... Dan semua menghilang...
Ufh, tanganku terikat. Gelap sekali, mataku harus beradaptasi. Lamat-lamat bisa kulihat seseorang di sana. Oh, San!! Bagaimana keadaannya?
"Err, Err... Bangun, Err...!", suara San terdengar.
"Ya, bagaimana keadaanmu?"
"Sama sepertimu. Terluka".
"Haaaii, sudah tersadar semua yaaa...? Baguuus...! Pasangan yang sejati berada di sini, dalam gudang gelap. Err, bagaimana, apakah masih pusing?", suara berat itu lagi yang berkata. Lalu kaki yang diseret terdengar mendekatiku.
"Toy!!", aku berteriak karena mengenali siapa sebenarnya orang yang yang bersuara berat itu.
"Ya, sayang, ini aku, Toy. Jika saja kamu mencintai aku, dan tidak malah mencintai dia, tak kan terjadi kejadian ini", suara Toy yang berat melemah.
"Aku tidak mencintai dia! Ambillah dia untukmu!!", teriak San pada Toy.
"WHAT???", aku berteriak mendengar itu.
Toy pun mendekat ke San, dan berkata,"Jangan pernah menyakiti orang yang kucintai. Dia mencintaimu, dan tak perduli pada siapa pun karenamu. Jangan pernah sakiti Err..."
Aku mulai menangis...
Toy mulai terlihat gusar. Dia berteriak pada San,"JANGAN SIA-SIAKAN CINTANYA PADAMU!!"
Suara San terdengar lantang di telingaku,"Err cuma persinggahan lelahku. Ambillah jika kamu mau, Toy".
Aku makin terisak...
Toy makin gusar, dan mendekati San. Dan oops, San memukul Toy dengan menggunakan kayu yang ada di, dekatnya. Toy mundur, San bangkit berdiri. Tali yang mengikat tangannya lepaslah sudah. Pergumulan lumayan seimbang antara San dan Toy. Tapi San tetap lebih kuat dibanding Toy. Toy pun rubuh. San mendekatikatiku, membuka ikatan tanganku, memelukku, dan berkata,"Maafkan aku, aku mencintaimu lebih dari yang kamu tahu, Err. Maafkan aku. Jangan pernah pergi dariku". Aku hanya terisak dalam pelukan San.
"Hingga melupakanku", kataku.
"Ya, aku memang melupakanmu", jawabnya dingin, dan itu seakan menghujam jantungku!
"Seperti ucapanmu yang sejak dulu sering kamu ucap bahwa kamu bisa hidup sendiri, kamu bisa tanpa siapa-siapa, dan kurasa aku memang mengganggu hidupmu, sevarang aku tak lagi avan menghubungimu. Biarlah semua berjalan tanpa ada ucapan cinta dan rindu. Cinta dan rindu milikku, itu adalah milikku, takkan kuberikan padamu. Biar saja semua jadi milikku sendiri", ucapku.
"Tadi aku sudah mengatakan padamu, terserah! Aku tak perduli".
Aku menahan sakit dalam hati yang amat sangat. Begitu tidak berharganya hubungan yang sudah dijalin selama ini baginya. Lalu untuk apa dipertahankan? Aku berteriak dalam hati...
Suasana menjadi hening, tak ada suara, dan kami sibuk dengan pikiran masing-masing. Lalu tiba-tiba kepalaku pusing, dan oh, darah mengalir dari kepala, dan ada hantaman keras lagi di daerah itu. Aku limbung...
"Tak ada yang boleh memilikimu selain aku!", suara berat masuk telingaku... Dan semua menghilang...
Ufh, tanganku terikat. Gelap sekali, mataku harus beradaptasi. Lamat-lamat bisa kulihat seseorang di sana. Oh, San!! Bagaimana keadaannya?
"Err, Err... Bangun, Err...!", suara San terdengar.
"Ya, bagaimana keadaanmu?"
"Sama sepertimu. Terluka".
"Haaaii, sudah tersadar semua yaaa...? Baguuus...! Pasangan yang sejati berada di sini, dalam gudang gelap. Err, bagaimana, apakah masih pusing?", suara berat itu lagi yang berkata. Lalu kaki yang diseret terdengar mendekatiku.
"Toy!!", aku berteriak karena mengenali siapa sebenarnya orang yang yang bersuara berat itu.
"Ya, sayang, ini aku, Toy. Jika saja kamu mencintai aku, dan tidak malah mencintai dia, tak kan terjadi kejadian ini", suara Toy yang berat melemah.
"Aku tidak mencintai dia! Ambillah dia untukmu!!", teriak San pada Toy.
"WHAT???", aku berteriak mendengar itu.
Toy pun mendekat ke San, dan berkata,"Jangan pernah menyakiti orang yang kucintai. Dia mencintaimu, dan tak perduli pada siapa pun karenamu. Jangan pernah sakiti Err..."
Aku mulai menangis...
Toy mulai terlihat gusar. Dia berteriak pada San,"JANGAN SIA-SIAKAN CINTANYA PADAMU!!"
Suara San terdengar lantang di telingaku,"Err cuma persinggahan lelahku. Ambillah jika kamu mau, Toy".
Aku makin terisak...
Toy makin gusar, dan mendekati San. Dan oops, San memukul Toy dengan menggunakan kayu yang ada di, dekatnya. Toy mundur, San bangkit berdiri. Tali yang mengikat tangannya lepaslah sudah. Pergumulan lumayan seimbang antara San dan Toy. Tapi San tetap lebih kuat dibanding Toy. Toy pun rubuh. San mendekatikatiku, membuka ikatan tanganku, memelukku, dan berkata,"Maafkan aku, aku mencintaimu lebih dari yang kamu tahu, Err. Maafkan aku. Jangan pernah pergi dariku". Aku hanya terisak dalam pelukan San.
Toy yang mulai sadarkan diri, bangkit, dan menubruk San. Pelukan kami terlepas. Aku terhuyung-huyung, dan terjatuh. Sebuah benda yang tajam yang berada di lantai menusukku dari belakang. San berlari mendekatiku, menangis memelukku, dan berkata tentang cintanya padaku, tentang harapannya hidup bersamaku. Tapi kemudian San pun rubuh di atas tubuhku, entah apa yang dilakukan Toy pada San, tapi darahnya membasahi tubuhku... Aku memeluknya dengan seluruh kekuatan yang masih tersisa. "San! Aku mencintaimu...", itu ucapan terakhir yang kuucap... Dan semua menjadi samar, lalu menghitam...
Comments
Post a Comment