"Undangan? Itu undangan apa?", tanyanya dengan nada heran saat kutunjukkan padanya sebuah undangan.
"Undangan pernikahanku", jawabku ringan.
"WHAAAT?? Dengan siapa?", dia berteriak, lalu merenggut undangan dari tanganku, lalu tertawa terbahak-bahak.
"Mengapa tertawa?", tanyaku.
"Ga ada nama pengantin pria! Cuma ada namamu. Ga ada tempat resepsi, tanggal pernikahanmu juga ga ada. So, undangan ini untuk apa?", tergelak dia sampai airmatanya mengalir.
"Undangan pernikahanku dengan orang yang tidak pernah ada, di tempat yang tak pernah dicipta, pada tanggal yang tak pernah datang. Sebuah undangan untuk diriku sendiri, karena orang yang hendak diundang pun tak pernah ada", jawabku tenang.
"Wong edan!", rutuknya.
Aku cuma tersenyum. Dalam hati, aku berharap namanya akan tertulis di sana, hari, juga tempat pernikahan itu, kuharap akan dicipta dengan cepat. Dia tak pernah tau, sebuah harap dan doa ada untuknya, dalam hati.
"Undangan pernikahanku", jawabku ringan.
"WHAAAT?? Dengan siapa?", dia berteriak, lalu merenggut undangan dari tanganku, lalu tertawa terbahak-bahak.
"Mengapa tertawa?", tanyaku.
"Ga ada nama pengantin pria! Cuma ada namamu. Ga ada tempat resepsi, tanggal pernikahanmu juga ga ada. So, undangan ini untuk apa?", tergelak dia sampai airmatanya mengalir.
"Undangan pernikahanku dengan orang yang tidak pernah ada, di tempat yang tak pernah dicipta, pada tanggal yang tak pernah datang. Sebuah undangan untuk diriku sendiri, karena orang yang hendak diundang pun tak pernah ada", jawabku tenang.
"Wong edan!", rutuknya.
Aku cuma tersenyum. Dalam hati, aku berharap namanya akan tertulis di sana, hari, juga tempat pernikahan itu, kuharap akan dicipta dengan cepat. Dia tak pernah tau, sebuah harap dan doa ada untuknya, dalam hati.
*****
error, 12 Juli 14, hi
Comments
Post a Comment