Beras tak lagi bersisa, tempat nasi kosong. Tiga anak yang masih kecil harus makan.
"Berasnya habis", ujar Esa.
"Nasinya juga habis", ujar Ngka.
"Mama, ga usah makan juga ga apa-apa kok", ujar Pink.
Aku tersenyum mendengar 3 nyawa kecil berkata tentang keadaan hari ini. Aku tersenyum, lalu menjawab,"Habis? Beli lagi. Hari ini kita makan, ga ada yang ga makan".
"Mamaaaa, Esa nemu uang di kolong tempat tidur, cepek!", Esa berteriak, lalu menyerahkan uang dari tangannya untukku sambil tertawa riang. Disambut tawa dan sorak Ngka juga Pink. Aku pun ikut tertawa. Lalu yang terjadi sesudah itu adalah semua anak mencari uang dari seluruh sudut rumah.
"Mama, yuk dihitung sudah ada berapa sekarang", Ngka, Esa, dan Pink, hampir serempak berseru padaku.
"Horeee, bisa beli beras! Esa beli ya Ma, Esa ke warung dulu", kata Esa padaku.
Esa berangkat ke warung untuk membeli beras 1 liter. Uang yang ada memang hanya cukup untuk membeli beras 1 liter, dan beras termurah. Esa tahu mana warung yang menjual barang dagangan lebih murah dibanding yang lain. Setelah Esa pulang dari warung, aku langsung memasak nasi.
"Nasinya matang, Mama", Pink memeberitahuku.
"Yuk makan", kataku pada 3 nyawa kecilku.
Piring kusiapkan, Ngka, Esa, Pink, duduk di karpet, tenang menungguku.
"Ngka", panggilku. Ngka pun datang, dan mengambil piring berisi nasi, lalu duduk kembali dengan tenang.
"Esa", panggilku, dan Esa berlari menuju ke arahku sambil tertawa, mengambil piring berisi nasi, duduk di sebelah Ngka.
"Pink", dan Pink dengan wajah ceria mendekatiku, mengambil piringnya yang berisi nasi, lalu berkata,"Mama juga harus makan". Menungguku mengambil nasi untukku, lalu bersama denganku, Pink kembali duduk di karpet.
Semua tertawa, menunggu makan bersama. Lauk? Jangan tanya apa lauk yang aku hidangkan untuk kami saat itu. Cuma ada garam, tapi itu cukup bagi kami. Memiliki nasi rasanya sudah lebih dari cukup, bersyukur bisa makan hari ini. Bukankah sudah seharusnya mensyukuri apa pun yang ada? Bukan harus mengada-ada, tapi syukuri yang ada. Makan hari itu bermenu garam. Tapi keceriaan yang ada, tak pernah habis.
"Eh, enak nih kalau kita gangguin tukang ayam goreng", ujarku. "Naik motor, gangguin aja. Terus tukangnya jengkel, kita dilempar ayam!"
"Asyiiik!!!", tiga nyawa kecil hampir berbarengan bersorak, sambil terus makan nasi garam dengan lahap.
"Ma, gangguin tukang gorengan! Nanti dilempar tahu!", seru Esa.
"Ma, dilempar tempe!", seru Ngka.
"Ma, dilempar bakwan", seru Pink.
Hahaha, kami tertawa bersama.
"Jangan gangguin tukang baso! Nanti disiram kuah panas!", ujarku, lalu tawa makin meriah.
Aku memandang mereka, nyawa-nyawa kecil, kekasih jiwa tercinta, yang selalu penuh senyum dan tawa, tak pernah mengeluh sedikit pun. Mereka selalu mau mengerti kondisi yang kami jalani. Lalu aku mengangkat tangan kananku ke atas, sambil berkata lirih,"GUSTI, mau dong ayam goreng". Ngka, Esa, Pink, mengangkat kepala mereka, memandang tanganku yang kuangkat ke atas. Lalu terkejut saat kujatuhkan tanganku ke karpet,"Ini dia ayam gorengnyaaaaa". Hahaha, kami tertawa terbahak-bahak.
Hari itu nasi pun habis, aku bahagia sekaligus sedikit bingung, bagaimana sesudah hari ini, mau makan apa? Tapi lalu khawatirku kuhapus, aku percaya GUSTI tak pernah meninggalkan kami. Buktinya, bertahun telah berlalu, dan kami baik-baik saja karena GUSTI selalu ada mendampingi...
Salam Senyum,
error
"Nasinya juga habis", ujar Ngka.
"Mama, ga usah makan juga ga apa-apa kok", ujar Pink.
Aku tersenyum mendengar 3 nyawa kecil berkata tentang keadaan hari ini. Aku tersenyum, lalu menjawab,"Habis? Beli lagi. Hari ini kita makan, ga ada yang ga makan".
"Mamaaaa, Esa nemu uang di kolong tempat tidur, cepek!", Esa berteriak, lalu menyerahkan uang dari tangannya untukku sambil tertawa riang. Disambut tawa dan sorak Ngka juga Pink. Aku pun ikut tertawa. Lalu yang terjadi sesudah itu adalah semua anak mencari uang dari seluruh sudut rumah.
"Mama, yuk dihitung sudah ada berapa sekarang", Ngka, Esa, dan Pink, hampir serempak berseru padaku.
"Horeee, bisa beli beras! Esa beli ya Ma, Esa ke warung dulu", kata Esa padaku.
Esa berangkat ke warung untuk membeli beras 1 liter. Uang yang ada memang hanya cukup untuk membeli beras 1 liter, dan beras termurah. Esa tahu mana warung yang menjual barang dagangan lebih murah dibanding yang lain. Setelah Esa pulang dari warung, aku langsung memasak nasi.
"Nasinya matang, Mama", Pink memeberitahuku.
"Yuk makan", kataku pada 3 nyawa kecilku.
Piring kusiapkan, Ngka, Esa, Pink, duduk di karpet, tenang menungguku.
"Ngka", panggilku. Ngka pun datang, dan mengambil piring berisi nasi, lalu duduk kembali dengan tenang.
"Esa", panggilku, dan Esa berlari menuju ke arahku sambil tertawa, mengambil piring berisi nasi, duduk di sebelah Ngka.
"Pink", dan Pink dengan wajah ceria mendekatiku, mengambil piringnya yang berisi nasi, lalu berkata,"Mama juga harus makan". Menungguku mengambil nasi untukku, lalu bersama denganku, Pink kembali duduk di karpet.
Semua tertawa, menunggu makan bersama. Lauk? Jangan tanya apa lauk yang aku hidangkan untuk kami saat itu. Cuma ada garam, tapi itu cukup bagi kami. Memiliki nasi rasanya sudah lebih dari cukup, bersyukur bisa makan hari ini. Bukankah sudah seharusnya mensyukuri apa pun yang ada? Bukan harus mengada-ada, tapi syukuri yang ada. Makan hari itu bermenu garam. Tapi keceriaan yang ada, tak pernah habis.
"Eh, enak nih kalau kita gangguin tukang ayam goreng", ujarku. "Naik motor, gangguin aja. Terus tukangnya jengkel, kita dilempar ayam!"
"Asyiiik!!!", tiga nyawa kecil hampir berbarengan bersorak, sambil terus makan nasi garam dengan lahap.
"Ma, gangguin tukang gorengan! Nanti dilempar tahu!", seru Esa.
"Ma, dilempar tempe!", seru Ngka.
"Ma, dilempar bakwan", seru Pink.
Hahaha, kami tertawa bersama.
"Jangan gangguin tukang baso! Nanti disiram kuah panas!", ujarku, lalu tawa makin meriah.
Aku memandang mereka, nyawa-nyawa kecil, kekasih jiwa tercinta, yang selalu penuh senyum dan tawa, tak pernah mengeluh sedikit pun. Mereka selalu mau mengerti kondisi yang kami jalani. Lalu aku mengangkat tangan kananku ke atas, sambil berkata lirih,"GUSTI, mau dong ayam goreng". Ngka, Esa, Pink, mengangkat kepala mereka, memandang tanganku yang kuangkat ke atas. Lalu terkejut saat kujatuhkan tanganku ke karpet,"Ini dia ayam gorengnyaaaaa". Hahaha, kami tertawa terbahak-bahak.
Hari itu nasi pun habis, aku bahagia sekaligus sedikit bingung, bagaimana sesudah hari ini, mau makan apa? Tapi lalu khawatirku kuhapus, aku percaya GUSTI tak pernah meninggalkan kami. Buktinya, bertahun telah berlalu, dan kami baik-baik saja karena GUSTI selalu ada mendampingi...
Salam Senyum,
error
apapun menunya..semua itu layak untuk disyukuri....apalagi keceriaan selalu hadir dari tiga orang anak tercinta...., jangan godain penjual durian ya......
ReplyDeletesalam sehat selalu untuk your family......keep happy blogging always...salam dari Makassar :-)
hahaha, wah bisa parah kalo ngegodain tukang durian :D
Deletemakasih salam sehatnya, salam senyum untuk keluarga dari bekasi, makasih :)
Hari yg membahagiakan yaitu saat kita bersama dalam uluran kasih ibu.
ReplyDeleteIni lengkap itu juga konplit gak ada yang kurang. Ah, mama engkau cahaya senyum kami.
Mbak Nita, sayangnya foto kebahagiaan saat penuh sukur itu tidak di sertakan. Saya ingin sekali melihatnya.
Itu kejadian betahun yang lalu, dan ga terpikir untuk mengabadikan menjadi foto, mbak :)
Delete